Memberi dengan Tulus Menurut Alkitab

Malang, www.beritamadani.com – Saudaraku yang terkasih dalam Yesus Kristus, pada hari ini saya kembali menyapa saudara untuk berbagi terkait “Memberi dengan Tulus Menurut Alkitab”.

Mari kita baca FT Matius 6:1-4, 6:1 ”Ingatlah jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga. 6:2 Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. 6:3 Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. 6:4 Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”

Saudaraku yang terkasih, ketika ada kondisi susah atau pun bencana, kita bisa melihat banyak sekali bantuan-bantuan yang mengalir ke wilayah bencana tersebut, entah dari perorangan, perusahaan, maupun badan amal/social di sekitar kita, bahkan dari negara-negara lain.

Tapi jika diperhatikan ada 2 kemungkinan yang mereka lakukan, ada yang membantu dengan hati tulus atau juga memiliki maksud lain yang mengaharapkan sesuatu.

Saudaraku, dalam urusan bisnis, kita sudah mengenal adanya istilah “no free lunch”, yang artinya secara harafiah adalah “tidak ada makan siang yang gratis”, atau dalam konteks ini dapat berarti “tidak ada bantuan yang benar-benar tulus”.

Dalam kontek ini, kita bisa melihat ketika momen penyerahan bantuan, adanya acara foto-foto dengan latar belakang logo dan sebagainya, yang kemudian dimasukkan ke dalam iklan di surat kabar, majalah, media online, bahkan tayang di televisi.  Dalam hal ini kita maklum tidak mempermasalahkan tentang hal tersebut. Sah-sah saja jika sebuah perusahaan atau badan sosial yang berorientasi bisnis bertindak seperti itu. Tentunya mereka pun harus membuat laporan pertanggungjawaban ke yayasan maupun perusahaan yang berdonasi. Mereka tentunya juga berharap dengan memberikan bantuan tersebut, maka orang lain akan melihat bahwa perusahaan/badan social tersebut peduli dengan masyarakat.

Tetapi dalam renungan kali ini Tuhan ingin mengingatkan kita bahwa sebenarnya ketika kita membantu orang lain atau memberi sedekah kepada orang lain, yaitu Tuhan ingin agar kita memberi dengan motivasi yang tulus, bukan hanya agar diketahui orang lain.

Tuhan Yesus berkata agar kita tidak boleh memiliki motivasi untuk dilihat dan dipuji orang lain, bukan hanya dalam memberi sedekah, tetapi dalam melakukan semua kewajiban sebagai anak-anak-Nya:

(ayat 6:1). Tentunya termasuk didalamnya memberikan persembahan kepada Tuhan, melakukan pelayanan di Gereja, atau hal-hal lainnya. Motivasi kita haruslah karena kita mengasihi Tuhan, bukan karena kita ingin dilihat orang lain. Ketika kita melakukannya karena ingin dilihat orang lain, sesungguhnya kita telah menerima upah kita, yaitu pujian dan pandangan positif dari orang lain (ayat 6:2). Tetapi ketika kita melakukannya karena kita mengasihi Tuhan, maka Bapa kita yang di surga juga akan membalasnya kepada kita.

Tidak mudah memang memberi dengan tulus. Dalam Gereja misalnya, kita sering melihat bahwa orang-orang memberikan persembahan perpuluhan atau persembahan lainnya dengan menuliskan nama hingga gelar di amplop persembahan mereka. Apakah tujuannya? Apakah supaya orang lain tahu bahwa mereka telah memberikan perpuluhan sekian rupiah (yang berarti orang lain pun akan mengerti berapa penghasilannya yang mereka terima)? Ataukah supaya para Pendeta dapat melihat bahwa mereka adalah orang-orang yang rajin menyumbang di Gereja,  sehingga mereka bisa mendapatkan perhatian khusus dari para Pendeta? Ataukah hanya supaya sebagai alat kontrol agar persembahan mereka benar-benar tercatat di Gereja dan tidak diselewengkan oleh Bendahara Gereja?

Saudaraku yang terkasih, sebagai anjuran, bila bertekad memberi dengan tulus, sebaiknya kita tidak perlu mencantumkan nama lengkap bahkan beserta gelar pada amplop persembahan kita. Jika memang kita takut persembahan kita tidak tercatat, mungkin kita cukup memberikan inisial saja yang tidak mencerminkan nama kita.

Tuhan ingin agar kita sebagai anak-anak-Nya sungguh-sungguh memiliki motivasi yang benar dalam melakukan apapun (ayat 6:3).

Kita sering melihat ketika ada orang yang memberikan kesaksian pujian, biasanya setelah kesaksian pujian itu selesai, jemaat pun memberikan tepuk tangan yang meriah, terlebih jika memang lagu yang dinyanyikan memang bagus. Ketika kita berpikir lebih jauh, sebenarnya jemaat itu memberikan tepuk tangan kepada siapa?. Kepada orang yang telah bernyanyi tersebut?. Karena suaranya bagus, atau kepada Tuhan?. Karena Tuhan telah memberikan talenta kepada orang tersebut?.

Kalau kita memberikan tepuk tangan karena orang itu telah menyanyi dengan bagus, apa bedanya pelayanan Tuhan dengan konser musik?. Dalam konser musik para penonton bertepuk tangan atas penampilan band atau penyanyi pujaan mereka karena band atau penyanyi tersebut telah menghibur para penonton. Samakah Gereja dengan konser musik?. Kita sah-sah saja bertepuk tangan setelah kita mendengar kesaksian orang lain di gereja, tetapi kita harus mengerti terlebih dahulu kepada siapa kita seharusnya bertepuk tangan.

Saudaraku, saya rindu kita semua mencoba belajar dari hal-hal yang kecil untuk belajar melakukan segala sesuatu tanpa mengharapkan pujian dari manusia. Mari kita bersikap seperti Rasul Paulus yaitu melakukan pelayanan dengan tidak mencari pujian dari manusia, tetapi untuk menyukakan hati Tuhan.

Mari kita baca FT 1 Tesalonika 2:4-6, 2:4 “Sebaliknya, karena Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita. 2:5 Karena kami tidak pernah bermulut manis, hal itu kamu ketahui, dan tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi, Allah adalah saksi. 2:6 Juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari kamu, maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai rasul-rasul Kristus.”

Tidak mudah memang, karena pada dasarnya manusia memiliki naluri untuk menerima pujian dari orang lain. Tetapi saya rasa kita mungkin bisa belajar dari hal kecil seperti memberikan persembahan tanpa menulis nama kita di amplop persembahan, atau misal memberi bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan tanpa perlu menceritakan kepada orang lain.

Tuhan Yesus sendiri berfirman, ketika kita bisa memberi secara tersembunyi, maka Bapa kita akan membalasnya kepada kita (ayat 6:4). Manakah yang kita pilih? Pujian dari manusia, ataukah pujian dari Allah kita?. Tuhan Yesus memberkati.

Penulis: David Kusuma,S.T.,M.Miss.(Penginjil di Pos PI Harapan Kasih 512, Bunulrejo, Kota Malang). Sumber: RH, Alkitab Sabda.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top